In cerpen

Everytime Special When I With You

Tak ada yang lebih indah jika aku bersamanya. Tak ada yang lebih indah jika aku selalu bersamanya. Bersamanya membuat segala hal di dunia ini menjadi lebih indah dan menakjubkan. Lebih dari tujuh keajaiban dunia yang ada. Bersamanya hari-hariku menjadi jauh lebih indah. Ditengah keputusasaanku tentang hidup yang sulit ini dia muncul memberikan semua harapan. Memberikan semangat untuk terus hidup meskipun sulit untuk kujalani. Dia yang membangkitkan semangatku saat itu. Saat aku terpuruk dan ingin mengakhiri hidupku. Aku ingat saat itu.
Aku sedang berada di atas gedung dan berdiri disana menatap ke bawah melihat kelap-kelip lampu kota yang menerangi kota malam itu. Sebenarnya aku hanya ingin merenungi perjalanan kehidupanku. Tapi ada satu orang yang entah sejak kapan dia datang, dia berlari dan menarik ku menjauh dari pinggir gedung itu. Aku kaget, tak habis pikir ini orang mau apa? Aku pun tak tahu. Sekian detik berlalu hanya untuk diam, aku melihatnya dan dia melihatku.
“lo gila yah?” katanya
“hah?” jawabku tak mengerti
“lo mau lompat ke bawah, apa itu bukan perbuatan yang gila?” katanya lagi
“siapa yang mau lompat?” kataku dengan penuh keheranan.
“kok malah balik nanya, lo berdiri di pinggir sana, dan ngeliat kebawah gedung, apalagi kalo lo mau siap-siap terjun dari atas gedung ini. Ih gue gak abis pikir yah sama pemikiran lo yang picik itu. Mengakhiri hidup lo dengan sia-sia, dengan cara yang konyol lagi, lompat dari gedung. Lo mau ngikutin trend? Sumpah, gak abis pikir gue” katanya panjang lebar sambil menceramahi.
“SIAPA YANG MAU LOMPAT?” kataku dengan nada setengah berteriak.
“yah, lo lah” katanya lagi dengan nada yang agak kesal.
“gue? Ih dasar cowok gila. Makanya jangan sok tau jadi orang, siapa juga yang mau lompat, gue gak sepicik itu.” Aku pun pergi meninggalkan lelaki itu yang masih terdiam menatap kepergiaanku.
***
Putra yang masih bingung dengan gadis yang baru saja ditemuinya yang dipikirnya hendak bunuh diri dengan cara konyol. Sungguh tak mengerti apa yang ada dipikirannya.
“gue masih gak abis pikir sama cewek itu. Dasar cewek aneh.” Katanya kepada dirinya sendiri.
***
Aku telah duduk manis di salah satu resto yang ada di mall itu. Memesan segelas orange juice dan meminumnya pelan-pelan. Menarik nafas dan kembali memikirkan cowok yang kutemui tadi. Aku pun tak abis pikir kenapa cowok itu mengira kalau aku ingin bunuh diri dengan cara melompat dari atas gedung.
“gak ngerti gue, kenapa tuh orang ngira gue mau bunuh diri yah? Dasar cowok aneh” kataku dalam hati.
“lo yang aneh bukan gue”
Suara itu membuatku sadar dari lamunanku dan kalimatku yang tadi tidak sengaja terucap. Ketika aku mengangkat wajahku, aku kembali dikagetkan, karena cowok aneh itu berada tepat di depanku dan mengisi kursi kosong yang ada didepanku.
“tuh kan aneh, sekarang malah bengong dan jadi tolol gitu” katanya lagi gak sopan.
“lo kok bisa disini?” tanyaku kepadanya.
“yah, bisa lah. Inikan tempat umum siapa aja bisa dateng kesini dan gak ada tuh undang-undang yang melarang itu semua” katanya panjang lebar.
Dalam hatiku berkata benar apa yang dibilang cowok aneh ini. Tapi kenapa dia bisa ada disini dan duduk tepat didepanku sekarang. Apa dia mengikutiku saat aku meninggalkan tempat tadi?
“iya gue tau ini tempat umum, tapi kenapa lo gak nyari tempat laen aja, kenapa mesti di depan gue? Emang gak ada tempat yang kosong yah? Atau lo sengaja ngikutin gue sampe disini?” tanyaku curiga kepada sosok cowok yang duduk didepanku ini.
“ye, geer lagi. Siapa juga yang ngikutin lo. Abis lo pergi tadi, gue masih diatas, terus gue ngerasa haus. Ya udah gue turun nyari tempat minum dan kebetulan pas lewat sini ya udah gue masuk aja. Terus kenapa gue duduk disini, pas gue mau nyari tempat duduk semua penuh udah ditempatin semua sama orang-orang yang baru pulang kerja, eh pas itu juga deh gue ngeliat lo duduk sendirian dan kursi di depan lo kosong ya udah gue ketempat lo, lo nya aja keasikan ngelamun sampe gak sadar kalo gue ada. Dan apa tadi, lo bilang gue cowok aneh?” katanya menjelaskan kronologi yang terjadi saat itu.
“gue udah selesai dan lo boleh duduk disini sepuas hati lo” kataku dan segera melenggang pergi dari tempat itu.
***
Siang itu Putra tengah duduk di kursi taman yang berada ditengah kampus. Dia sedang asik mengobrol dengan temannya yang bernama Bagus.
“iya gus, bener gue tuh ngeliat tuh cewek kayak orang mau bunuh diri, tampangnya aja udah kayak orang frustasi, gimana gak scare ngeliat orang yang kayak gitu. Masa iya gue diemin gitu aja, kalo dia beneren lompat gimana, entar yang ada gue diminta keterangan ama polisi, secara cuma gue yang ada di lokasi kejadian, entar malah timbul berita yang bukan-bukan lagi, kan bisa ribet coy.” Ceritanya panjang lebar.
“mikir lo kejauhan cuy. Janganlah lo sok tau, faktanya lo dikatain cowok aneh kan ama tuh cewek, gue juga kalo jadi tuh cewek pasti nilai lo aneh lah, mau tau aja urusan orang. Hahahhahahahaha…”
Ditengah obrolan itu Putra tidak sengaja melihat sosok seorang gadis yang dikenalnya. Dia pun memfokuskan pandangannya takut-takut salah liat orang.
“gus, ternyata tuh cewek kuliah disini gus.” Sambil menepuk bahu Bagus dan masih tetap memandang gadis yang lewat itu.
“masa sih? Darimana lo tau?” tanya Bagus.
“barusan gue tau, gus.” Katanya lagi.
“barusan?” tanya Bagus tidak mengerti.
“itu. Lo liat cewek yang make kaos pink, celana jins biru, tas putih yang lagi di mading.” Katanya sambil menunjuk ke arah gadis itu.
“cewek itu.” Kata Bagus meyakinkan dengan ikut menunjuk ke arah gadis itu.
***
Siang itu aku berjalan ke arah kampus dan melewati taman kampus yang selalu dan selalu ramai itu. Ditengah perjalananku, aku melihat seseorang yang aku kenal sedang asik mengobrol dengan temannya. Aku melihatnya lumayan lama untuk memastikan apa benar yang aku lihat. Semakin dilihat semakin jelas kalau orang itu adalah cowok aneh yang kutemui kemarin malam.
“semoga dia gak liat gue” kataku dalam hati.
Aku pun melangkahkan kakiku dengan jurus seribu langkah dan ingin cepat-cepat sampai dikelas. Taman memang sudah aku lewati, tapi aku merasa diperhatikan oleh beberapa pasang mata. Aku pun sengaja berdiri di mading dan melihat kaca yang memantulkan bayangan dua orang cowok yang sedang menunjuk dirinya.
“oh God. Cowok aneh itu kenapa nunjuk gue?” kataku kepada diriku sendiri.
Aku pun langsung pergi dengan buru-buru dan langsung masuk kelas pertama siang itu.
***
“cewek itu.” Kata Bagus meyakinkan dengan ikut menunjuk ke arah gadis itu.
“iya, yang lagi berdiri di mading. Lo kenal?” tanya Putra.
“kenal sih enggak, gue cuma tau kalo dia itu anak semester 2.” Kata Bagus.
“oh gitu.”
Putra pun melangkahkan kaki ke arah gadis itu yang dilihatnya. Namun sebelum Putra sampai disana gadis itu jalan lagi menjauh dari mading.
“Put, tungguin gue dong. Lo kok langsung jalan gitu aja.” Kata Bagus dengan langkah panjang dan menyusul Putra.
“ah, lo lelet sih. Jadi ilang kan tuh cewek, kemana lagi perginya?” kata Putra sambil melihat mengintari sekitarnya.
“paling udah masuk kelas, emang lo gak liat dia tadi masuk ke dalam kampus?” tanya Bagus.
“enggak.” Kata Putra polos.
“makanya fokus dong lo put. Tadi gue liat kok dia masuk ke kampus. kalo lo mau tau siapa nama tuh cewek, lo tungguin aja dia disini, pasti dia lewat sini kan kalo udah selesai kelasnya.” Kata Bagus menyarankan.
“iya juga yah. Lagian juga kita udah gak ada kelas kan.” Kata Putra.
“tapi gue gak bisa nemenin lo, gue udah ada janji sama anak-anak band gue.” Kata Bagus sambil pamit ke Putra.
***
Akhirnya jam kuliah kelar juga. Aku pun langsung keluar dari kelas dengan buru-buru karena perutku sudah meronta-ronta minta diisi dengan makanan. Namun sebelum aku sampai di pintu keluar, aku sudah melihat sosok yang aku kenal sedang duduk sendirian tepat di pintu keluar. Aku dengan seketika menghentikan langkah kakiku. Berhenti sejenak dan berpikir supaya aku tidak bertemu dengan dirinya.
“oh God. Gue keluar darimana yah? Males banget kalo harus ketemu sama tuh cowok aneh, mana gak ada jalan lain lagi. Ah.. gue pura-pura gak liat dia aja deh.” Kataku dalam hati.
Aku pun memutuskan untuk berjalan ke arah pintu keluar dan berpura-pura tidak melihat orang itu. Aku melangkah dan terus melangkah tanpa melihat kanan kiri ku. Aku melangkah dengan kepala tertunduk dan berdoa dalam hati smoga orang itu tidak sadar kalau aku lewat didepannnya. Namun…
“hei, cewek aneh” katanya
Aku tidak menghiraukannya. Aku pun terus berjalan dan berjalan aku pun tak mengerti sepertinya kakiku ini tidak bergerak menjauh dari tempat orang itu.
“eh, cewek aneh”
Suara itu lagi. Oh God kenapa aku berhenti. Ayo dong kakiku jalanlah kalian kataku dalam hati. Namun terlambat sebelum aku melangkahkan kakiku dia sudah berdiri di samping ku.
“cewek aneh..”
Aku pun langsung berbalik badan dan melihat dirinya.
***
Putra menunggu dengan sangat sabar. Sampai kesabarannya pun hampir hilang. Dia sempat berpkir kalau Bagus tadi salah lihat. Kalau cewek itu masuk ke dalam kampus berarti sekarang harusnya sudah keluar karena sekarang sudah pergantian jam.
“apa gue balik aja yah?” tanyanya kepada dirinya sendiri.
Ditengah kebimbangannya ketika dia melihat ke dalam gedung, dia mendapatkan sosok gadis itu. Tapi gadis itu malah balik lagi ke dalam tidak keluar dari gedung. Putra pun memutuskan untuk menunggu gadis itu sampai dia keluar.
Beberapa menit berlalu. Akhirnya dia bisa melihat gadis itu berjalan ke arah pintu keluar. Tapi aneh gadis itu berjalan sambil menunduk. Apa dia sengaja yah? Tanyanya dalam hati, namun segera ditepis pikirannya itu. Dia pun memanggil gadis itu.
“hei, cewek aneh” katanya
Tapi gadis itu tetap saja berjalan dan mengabaikan panggilannya tadi. Putra pun berusaha memanggilnya kembali.
“eh,cewek aneh” panggilnya lagi.
Gadis itu sejenak menghentikan langkah kakiknya dan sebelum dia kembali melangkahkan kakinya itu Putra sudah berdiri di samping gadis itu.
“cewek aneh..”
Sebelum Putra melanjutkan kata-katanya. Gadis itu memutar badannya dan menghadap berbalik melihat Putra. Putra pun tersenyum melihat gadis itu melihat dirinya.
“cewek aneh dipanggil-panggil bukannya nengok kek. Ini malah jalan gitu aja. Tau gak sih gue itu udah nunggu lama disitu.” Katanya dengan nada yang agak kesal dan senyumnya yang diperlihatkannya tadi hilang begitu saja.
“hei, yang aneh itu gue atau lo? Lagi juga kurang kerjaan banget lo nungguin gue disitu. Emang gue minta yah buat lo tungguin. Itu sih salah lo sendiri. Lagi juga gue gak kenal lo, jadi wajar aja kalo gue jalan gitu aja, lo manggil gue dengan sebutan cewek aneh, yah gue gak nengoklah itu bukan nama gue.” Kataku dengan nada sedikit kesal.
Putra berpikir sejenak. Apa yang dibilang gadis itu memang benar. Dia ngapain menunggu gadis itu seperti orang bodoh yang hampir jamuran. Kalau masalah panggilan dia tidak tahu ingin memanggil apa ke gadis itu secara dia pun belum tau nama gadis yang dijumpainya itu.
“oke. Gue ngaku deh, gue yang salah. Gue nunggu lo cuma mau tau nama lo doang. Jujur tadi gue kaget pas ngeliat lo ada di kampus ini. Makanya gue nungguin lo disitu, gue Cuma mau tau nama lo doang kok, boleh?” tanyanya kepadaku.
“mau ke kantin?” ajaknya lagi.
Gadis itu diam tidak menjawab ajakannya. Dalam hatinya dia berpikir apa yang sedang dipikirkan gadis itu?
“ayolah, gue yang traktir. Sekaligus permintaan maaf gue, akibat kejadian kemaren” dengan langsung menggandeng tangan gadis itu dengan santai. Tanpa melihat ekspresi dari gadis itu.
***
Aku menghentikan langkahku bukan karena ingin berhenti. Tapi karena kakiku ini tiba-tiba berat untuk melangkah, aku pun menyerah dan berhenti melangkah.
“cewek aneh..”
Aku menengok kearah sumber suara itu dan aku melihat sosok cowok aneh itu, kemudian cowok itu tersenyum. Oh God, senyumnya itu manis banget dengan dua lesung pipi yang menghiasinya. Hei ada apa denganku? Kataku dalam hati.
“cewek aneh dipanggil-panggil bukannya nengok kek. Ini malah jalan gitu aja. Tau gak sih gue itu udah nunggu lama disitu.” Katanya dengan nada yang agak kesal.
Aku yang mendengar kata-katanya itu, aku tidak bisa terima. Seenaknya aja manggil dengan sebutan cewek aneh. Padahal kan yang aneh dia bukan aku, kataku dalam hati.
“hei, yang aneh itu gue atau lo? Lagi juga kurang kerjaan banget lo nungguin gue disitu. Emang gue minta yah buat lo tungguin. Itu sih salah lo sendiri. Lagi juga gue gak kenal lo, jadi wajar aja kalo gue jalan gitu aja, lo manggil gue dengan sebutan cewek aneh, yah gue gak nengoklah itu bukan nama gue.” Kataku dengan nada sedikit kesal.
Sekian detik berlalu diam dan tidak ada kata-kata yang terucap dari diriku ataupun dari dirinya. Kemudian aku melihat bibirnya bergerak. Sepertinya dia ingin berbicara.
“oke. Gue ngaku deh, gue yang salah. Gue nunggu lo cuma mau tau nama lo doang. Jujur tadi gue kaget pas ngeliat lo ada di kampus ini. Makanya gue nungguin lo disitu, gue Cuma mau tau nama lo doang kok, boleh?” tanyanya kepadaku.
Aku terdiam mendengar penjelasan cowok itu. Aku terdiam tidak bisa berbicara apa-apa. Ingin mengeluarkan kata-kata tapi bibir ini tidak bergerak. Aku pun hanya bisa diam. Belum selesai otakku berpikir dia mengucapkan sebuah kalimat.
“mau ke kantin?” ajaknya lagi.
Aku tidak bisa langsung menjawab. Aku memang lapar tapi mengapa aku tidak mau berjalan kekantin. Aku hanya bisa diam dan diam dalam bisuku tak mampu mengucapkan sepatah kalimat apa pun. Kemudian aku merasa ada yang menggandeng tanganku.
“ayolah, gue yang traktir. Sekaligus permintaan maaf gue, akibat kejadian kemaren” dengan langsung menggandeng tanganku dengan santai. Tanpa melihat ekspresi dariku.
Aku pun tidak tahu mengapa aku mau begitu saja mengikuti keinginan cowok aneh itu. Cowok aneh yang tidak ku kenal siapa namanya.
***
Di kantin kampus, cowok itu langsung menyuruhku duduk di salah satu kursi yang kosong. Dia melangkah memesan makanan tanpa bertanya terlebih dulu kepadaku. Cowok aneh itu suka seenaknya, kataku dalam hati.
Dia kembali ke meja dan langsung menatapku dengan penuh tanya. Dia tersenyum melihatku. Oh God senyuman itu lagi yang membuat aku dan hatiku menjadi tak bekutik saat melihatnya.
“hei, daritadi kok lo Cuma ngelamun aja?” katanya kepadaku.
Aku kaget mendengar suara itu. Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku dan kembali menundukkan kepalaku ini. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan diriku. Aku tidak berani menatap dirinya yang sekarang ada didepanku. Aku tidak berani memandang wajahnya bila dia terus memancarkan senyuman yang mampu menghipnotisku dan mampu membuat aku tak berkutik. Aku pun bingung harus melakukan apa, harus bicara apa. Oh God apa yang terjadi dengan diriku.
“jadi gimana, lo mau kan maafin gue dan ngasih tau nama lo?” tanyanya lagi kepadaku.
Aku mengangkat kepalaku dan melihat dirinya. Dia sedang menunggu jawaban dari diriku.
“gue udah maafin lo kali, tapi satu yah lo jangan sok tau jadi orang, nama gue Indah. Udah cukup kan? Gue mau balik nih.” Kataku tanpa melihat matanya yang sedang menatapku.
***
Putra masih terus menggandeng tangan gadis itu sampai di kantin kampus. Dia mengantarkan gadis itu duduk dan memesan makanan. Dia melihat kearah gadis itu yang masih diam membisu. Putra pun tidak tahu apa yang sedang dipikirkan gadis itu. Setelah memesan dia langsung melangkahkan kakinya ke meja dan duduk di depan gadis itu. Dia memerhatikan sikap gadis itu yang masih saja diam dan tak bersuara. Gadis itu sempat mengangkat wajahnya ketika Putra sampai di mejanya, itu yang membuat Putra tersenyum kepada gadis itu. Namun gadis itu tidak merespon senyuman yang diberikan kepadanya. Gadis itu hanya menundukkan kepalanya dan menatap kosong keatas meja yang kosong.
“hei dari tadi kok lo Cuma ngelamun aja?” katanya kepada gadis itu.
Gadis itu hanya menggelengkan kepalanya. Putra tidak mengerti arti dari gelengan kepala itu. Putra terus berpikir apa yang terjadi dengan gadis yang ada di depannya ini. Putra pun semakin berpikir bahwa gadis yang ada bersamanya saat ini benar-benar cewek aneh. Super aneh, itulah yang ada di benak Putra saat itu.
Sekian detik hanya diisi oleh keheningan antara gadis itu dengan Putra.
“jadi gimana, lo mau kan maafin gue dan ngasih tau nama lo?” tanyanya lagi kepada gadis itu.
Gadis itu mengangkat wajahnya dan bersiap untuk mengeluarkan kata-kata yang telah disusunnya. Putra pun menantikan jawaban dari gadis itu yang sampai detik ini masih diam. Namun, Putra melihat pergerakan dari bibir gadis itu, dia ingin mengeluarkan sepatah kata, kata Putra dalam hati.
“gue udah maafin lo kali, tapi satu yah lo jangan sok tau jadi orang, nama gue Indah. Udah cukup kan? Gue mau balik nih.” Kata gadis itu tanpa melihat Putra.
Putra yang melihat Indah yang ingin segera pergi dari tempatnya itu, dia langsung menarik tangan Indah untuk menahan dia pergi.
“sebentar dulu. Jangan buru-buru kita belum makan kan? Ayolah gue udah jinak kok.” Katanya sambil tersenyum kepada Indah.
***
Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, yang aku pikirkan saat ini adalah aku harus pergi dan menjauh dari tempat ini. Baru saja aku ingin pergi cowok itu menarik tanganku. Menandakan aku untuk tidak pergi.
“sebentar dulu. Jangan buru-buru kita belum makan kan? Ayolah gue udah jinak kok.” Katanya sambil tersenyum kepadaku.
Senyuman yang membuatku tidak bisa berkutik dan terdiam. Entah mengapa aku seperti terhipnotis oleh senyumannya itu. Aku pun memutuskan untuk tetap duduk di kantin kampus.
“gitu dong.” Katanya lagi masih dengan senyuman yang menghipnotis setiap orang yang melihatnya.
Aku pun hanya diam dan mencoba memberikan senyuman yang mungkin agak sedikit dipaksakan.
“nama gue Putra” katanya lagi sambil menyodorkan tangannya. Yang disambut dengan jabatan tanganku.
Aku tidak tahu mengapa aku seperti ini. Mengapa aku agak sedikit grogi dan nervous saat bersama Putra.
***
Waktu terus berjalan dan berputar sesuai dengan apa yang digariskan Tuhan. Semakin hari pun aku semakin dekat dengan Putra. Dia menjemputku setiap hari dan mengantarkanku pulang juga. Dia memberikan perhatian yang lebih kepadaku. Dia memberikan semangat kepadaku untuk tetap menjalani hidup. Dia memberikan warna yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Dia yang membuat hidupku lebih berarti.
Hari ini mungkin bisa dibilang tidak seperti hari-hari sebelumnya. Hari ini aku merasakan sesuatu yang aneh. Jantungku berdebar tak menentu, seolah memberikan isyarat bahwa akan ada sesuatu yang tidak enak terjadi. Namun aku membuang jauh rasa aneh itu. Aku membuang jauh pikiran burukku untuk hari ini.
Seperti biasa aku menunggu kehadiran Putra untuk menjemputku dan berangkat kuliah bersama. Namun sampai detik ini Putra belum datang. Aku melihat kearah jam dinding sudah menunjukan jam sebelas siang. Aku pun memutuskan untuk menghubungi Putra, namun dia tidak dapat dihubungi sama sekali. Dia menghilang begitu saja seperti di telan bumi. Rasa khawatir yang teramat dalam dan pikiran buruk itu pun mulai berjalan lagi memasuki otakku. Aku masih mencoba untuk tidak memikirkannya dan aku pun tetap pergi ke kampus.
***
Sesampainya di kampus, aku tidak langsung masuk ke kelas. Aku berusaha mencari Putra yang menghilang begitu saja. Aku mencari tahu tentang keberadaan Putra dengan bertanya kepada Bagus.
“lo bener gus, gak ngeliat Putra?” kataku kepada Bagus.
“bener ndah, gue sama sekali belum liat Putra hari ini.” Katanya lagi untuk meyakinkanku.
“lo tenang aja ndah, Putra itu orang yang kuat. Dia gak mungkin lah ninggalin lo gitu aja.” Kata Bagus menenangkanku.
***
Pagi itu tepat pukul sembilan Putra telah siap untuk berangkat menjemput Indah. Gadis yang selama ini menjadi teman dekatnya yang sangat berarti dalam hatinya. Dia telah siap dengan hari ini. Namun tiba-tiba Putra merasakan pusing yang teramat sangat dikepalanya. Namun dia memaksakan diri untuk tetap berangkat menjemputnya. Pikirnya pusing yang dia rasa sekarang hanyalah rasa pusing yang biasa.
Dia melangkahkan kakinya menuju teras rumah dengan jalan yang sempoyongan. Dia berjalan dengan meraba tembok rumahnya. Pusing itu semakin menyiksa kepala Putra hingga akhirnya dia jatuh dan pingsan.
***
Sepanjang hari aku mencoba menghubunginya. Mencoba mencari tahu keberadaannya namun, semua sia-sia. Aku tidak mendapatkan satu informasi apa pun. Ingin ke rumah Putra tapi aku tidak tahu rumahnya. Aku semakin pesimis dan pikiran buruk itu hadir lagi dalam otakku.
“Oh God, apa yang terjadi pada dirinya?” kataku.
Aku terus menghubunginya tanpa ada rasa lelah. Aku terus berusaha untuk mendapatkan kabar tentang dirinya. Hingga aku tertidur di meja riasku.
***
Sinar matahari yang menembus jendela kamarku yang membangunkanku pagi itu. Aku dengan seketika melihat handphoneku, tapi aku kecewa karena tidak ada satu pun pesanku yang dibalas olehnya. Tidak satupun panggilan dari dirinya. Mungkin hari ini dia akan menjemputku seperti biasa, pikirku dalam hati.
Aku pun segera bersiap seperti biasa dan menunggu dia di depan rumahku. Aku pun pesimis setelah beberapa menit aku berdiri di depan rumahku dan berkali-kali melirik jam tanganku. Aku ingin menangis namun air mata ini tidak keluar. Aku memutuskan untuk tetap ke kampus berharap aku bisa bertemu dengan dirinya. Dan kalau aku mendapatkannya dia dalam keadaan sehat, aku tidak akan segan-segan memarahinya dan bertanya mengapa belakangan ini tidak ada kabar dari dirinya. Yah aku akan melakukannya niatku dalam hati.
***
Aku memasuki lingkungan kampus dan segera mengedarkan pandangan mataku kearah taman kampus yang biasa di datangi oleh Putra. Namun aku tidak menemukan sosok orang yang kucari selama dua hari ini. Aku melangkah dan menyusuri setiap pelosok taman kampus ini. Aku mendengar suara seseorang yang memanggil namaku. Aku berbalik badan dan berharap suara itu adalah suara Putra, meskipun hatiku tidak yakin bahwa itu adalah dia. Saat aku berbalik badan, aku pun kecewa karena harapanku tidak terwujud.
***
Pagi itu Bagus memasuki kampus dengan hati yang sediki panik. Dia berlari mengelilingi kampus untuk mencari Indah. Mencari Indah untuk memberikan informasi tentang keberadaan Putra yang selama dua hari ini membuat gadis itu cemas. Bagus berlari dan terus berlari hingga menemukan sesosok gadis yang sedang asik mencari-cari juga ditengah taman kampus.
Bagus menyipitkan matanya untuk melihat sosok gadis itu. Dia berharap semoga dia tidak salah lihat. Benar saja dia tidak salah, itu memang Indah yang dilihatnya.
“indah.. indah..” Bagus berteriak sambil berlari dan berharap gadis itu membalikkan badannya dan melihat kearahnya.
“indah..” panggilnya sekali lagi.
Gadis itu pun menegok dengan tatapan aneh melihat dirinya yang berlari sambil melambaikan tangannya. Bagus yang menyadari tatapan aneh itu segera menghentikan larinya dan mulai berjalan dengan kecepatan yang agak lumayan.
“akhirnya gue ketemu sama lo juga” Kata Bagus dengan nafas yang terengah-engah.
***
Aku membalikan tubuhku dengan penuh harapan bahwa yang memanggilku adalah Putra. Cowok yang menghilang tanpa jejak dan membuatku khawatir. Aku melihat dari kejauhan seseorang berlari sambil melambaikan tangan dan meneriaki namaku. Aku melihatnya dengan menyipitkan kedua mataku. Ternyata dia bukanlah Putra melainkan Bagus yang terus berlari hingga sampai ditempatku berdiri.
“akhirnya gue ketemu sama lo juga” katanya dengan nafas yang terengah-engah.
“lo kenapa Gus??” tanyaku
“gue punya kabar tentang Putra” katanya dengan mencoba mengatur nafasnya kembali.
“Putra kenapa Gus? Dia dimana sekarang?” kataku dengan kalimat yang terdengar sangat cemas.
“Putra sakit ndah.” Katanya lagi.
“dia sakit apa Gus? Sekarang dimana? Gimana ceritanya? Dia gak pernah bilang kalo dia punya penyakit.” Kataku tanpa bisa mengontrol setiap kalimat yang keluar dari bibirku.
***
Bagus yang memulihkan nafasnya yang masih terengah-engah menjawab setiap pertanyaan Indah dengan terbata-bata.
“Putra sakit ndah.” Kata Bagus dengan nafas yang agak sedikit normal.
Bagus melihat perubahan ekspresi dari wajah Indah. Dari wajah yang biasa saja berubah menjadi wajah tanpa ekspresi, khawatir dan terlihat cemas. Sepertinya dia ingin menangis pikir Bagus saat itu. Namun dia salah ketika melihat pergerakan bibir dari Indah dan terdengar kalimat yang diucapkannya.
“dia sakit apa Gus? Sekarang dimana? Gimana ceritanya? Dia gak pernah bilang kalo dia punya penyakit.” Kata indah dengan nada yang terdengar sangat cemas.
Bagus tahu sekali bahwa Indah memang memikirkan Putra semenjak Putra menghilang. Namun, Bagus tidak mau melihat kesedihan dan kecemasan itu dari wajah Indah.
“tenang ndah, dia sekarang lagi di rumah sakit.” Kata Bagus.
Indah tidak memberikan respon apa-apa. Indah hanya bisa terdiam. Diam dalam pikirannya sendiri. Bagus tidak tahu apa yang dipikirkan gadis itu.
“tapi ndah.” Kata Bagus , dengan perasaan ragu untuk melanjutkan kalimat yang sudah terlanjur keluar dari mulutnya.
***
Aku tidak tahu apa yang aku pikirkan saat itu. Saat aku mendengar kalimat yang keluar dari mulut Bagus. Aku pun merasa duniaku menjadi runtuh. Pikiran dan hatiku tidak bisa tenang. Aku pun hanya bisa diam dan terdiam dalam pikiranku yang tak tahu arah.
“tenang ndah, dia sekarang lagi di rumah sakit.” Kata Bagus menenangkanku.
Namun aku tidak bisa tenang. Hati dan pikiranku semakin kacau dan aku tidak bisa berpikir dengan jernih. Aku benar-benar tidak bisa berpikir. Seluruh badanku lemas, otak dan pikiranku pun letih memikirkan apa yang baru saja aku dengar. Aku tidak berani mendengar kemungkinan terburuk yang mungkin saja terjadi pada dirinya.
“tapi ndah.” Kata Bagus menyadarkanku dari lamunanku.
Aku mendengar kalimat yang dikeluarkan Bagus terdengar ragu. Aku mangangkat wajahku dan mencoba menatap Bagus yang kini sedang menyesali kalimat yang baru saja dia keluarkan. Aku menatapnya lekat-lekat dan Bagus hanya terdiam salah tingkah seakan dia merasa bersala dengan apa yang tadi diucapkannya.
“tapi kenapa Gus?” kataku dengan suara yang bergetar.
“gak kenapa-kenapa kok ndah, tadi gue salah ucap.” Kata Bagus dengan ragu.
“lo gak usah bohong Gus, Putra kenapa?” kataku dengan nada yang histeris dan setengah berteriak dan dengan seketika air mata pun terjatuh membasahi pipiku. Air mata yang beberapa hari ini tertahan di pelupuk mata pun jatuh tanpa aku bisa menahannya. Aku pun menangis terisak.
Bagus merangkulku membiarkan aku menangis di dalam pelukannya. Menangis dan terus menangis.
***
Bagus yang menyadari bahwa kalimat yang diucapkannya tadi adalah salah. Bagus pun tidak berani melihat ekpresi Indah ketika mendengar kalimat yang telah diucapkannya.
Indah pun mengankat wajahnya dan menatap lekat-lekat ke Bagus. Bagus yang menyadari pandangan itu, pandangan yang meminta pertanggung jawaban dan penjelasan atas kalimat yang telah diucapkannya sendiri.
Bagus pun hanya bisa diam dan memalingkan wajahnya untuk tidak melihat tatapan mata itu. Tatapan mata yang kosong namun menusuk.
“gak kenapa-kenapa kok ndah, tadi gue salah ucap” katanya dengan nada yang ragu.
Bagus pun sangat tidak yakin kalimatnya yang barusan dapat membuat hati Indah menjadi sedikit tenang. Bagus tidak berani lagi melihat ekspresi dari Indah. Dia mendengar kalimat itu dengan sangat jelas.
“lo gak usah bohong Gus, Putra kenapa?” kata Indah dengan suara yang bergetar dan berteriak dengan histeris kemudian menangis.
Bagus bingung dengan keadaan yang sedang terjadi didepannya sekarang. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya untuk menenangkan gadis yang menangis didepannya ini. Dia pun merangkul gadis itu dan membiarkan gadis itu menangis di dalam pelukannya.
***
Dari hari itu, aku pun mulai intesive datang ke rumah sakit untuk menemani Putra yang koma. Awalnya aku tidak kuat melihat semua ini. Melihat dia terbaring lemah di tempat tidur. Melihat dia tidak berdaya di dalam lelapnya itu. Setiap hari setiap aku melihat ketidakberdayaannya aku menangis karena hatiku ini sakit sekali melihat dia seperti itu. Aku tidak bisa melihat dia tersenyum, melihat keceriaannya, melihat semangat hidupnya. Sekarang aku melihat dia terbaring tidak berdaya yang badannya terkulai lemas di tempat tidur dan jiwanya yang berada di tengah dunia antara hidup dan mati.
Namun, semakin lama aku sering menemani Putra, aku lebih bisa kuat menerima semuanya. Aku sering membisikkan kalimat-kalimat yang indah dan aku selalu menceritakan kejadian yang aku alami sepanjang hari seperti biasa saat Putra masih bersamaku. Aku selalu membisikkan kalimat yang dulu pernah dia katakan padaku untuk tetap semangat menjalani hidup di dunia yang fana ini.
“Put, gue pulang dulu, besok gue kesini lagi bareng Bagus. Gue mau kalo gue balik kesini besok, gue mau lihat lo udah sadar dan memberikan senyuman lo yang manis itu. Gue tau lo itu orang yang kuat, yang gak mungkin menyerah dengan takdir yang kini lo jalanin sekarang. Gue pulang dulu yah Put.” Kataku sambil berpamitan kepada raga Putra. Mudah-mudahan harapanku terkabul. Aku pun mencium kening Putra sebelum aku pergi.
***
Keesokan harinya aku merasakan perasaan yang tidak enak lagi. Aku merasakan perasaan itu lagi, perasaan dimana aku pernah merasakan saat Putra menghilang pada hari itu. Yah, aku ingat hari itu saat aku merasakan perasaan yang tidak enak seperti ini. Aku segera menghilangkan semua perasaan dan pikiran burukku. Aku berharap semoga tidak ada apa-apa hari ini. Oh God berikanlah hal yang terbaik hari ini. Doaku dalam hati.
***
Aku berjalan di kampus seperti biasa. Namun, pikiranku tidak tenang. Aku merasakan gelisah dan kecemasan yang luar biasa. Aku tidak bisa menahannya lagi. Aku segera berlari dan mencoba menccari keberadaan Bagus. Aku berlari dan berlari hingga akhirnya aku menemukan Bagus yang sedang berdiri di mading. Aku pun memanggilnya.
“Bagus.. Bagus.. “ panggilku dengan teriak sekeras-kerasnya.
Namun sepertinya dia tidak mendengar teriakanku, dalam hatiku.
“Bagus..” teriakku sekali lagi.
***
Bagus hari ini ke kampus. Namun, ketika dia ingin masuk kelan entah mengapa dia ingin membaca tulisan yang ada di mading saat itu. Dia melihat pengumuman yang sangat menarik perhatiannya. Namun, dia seperti mendengar suara yang meneriaki namanya.
“Bagus.. Bagus.. “
Pertama dia mendengar, dia mengabaikannya. Pikirnya mungkin dia salah dengar. Namun tidak ketika dia mendengar sekali lagi namanya dipanggil.
“Bagus..”
Dia pun akhirnya menengok dan mencari asal suara itu. Dia pun menemui Indah yang sedang berlari kearahnya. Bagus yang melihat Indah berlari seperti itu sangat terheran-heran. Indah pun sampai didepan matanya.
“Gus, lo bisa nganterin gue sekarang gak?” tanya Indah dengan nafas yang diusahakan normal.
“bisa aja sih, tapi mau kemana?” kata Bagus dengan penuh tanda tanya.
“ke rumah sakit” kata Indah lagi.
“ke rumah sakit? Emang Putra kenapa?” kata Bagus semakin tidak mengerti
***
“Bagus..” teriakku sekali lagi.
Akhirnya dia nengok juga kataku dalam hati. Aku melihatnya seperti mencari-cari sesuatu namun ketika dia melihatku berlari. Dia segera melambaikan tangannya dan memberikan senyuman. Ketika aku sampai didepannya, aku pun melihat kebingungan dari raut wajahnya. Kebingungan yang amat luar biasa.
“Gus, lo bisa nganterin gue sekarang gak?” tanyaku kepada Bagus dengan berusaha mengubah nafasku kekeadaaan normal.
“bisa aka sih, tapi mau kemana?” kata Bagus dengan ragu dan bingung.
“ke rumah sakit” kataku dengan kalimat yang terbata.
“ke rumah sakit? Emang Putra kenapa?” kata Bagus dengan nada yang semakin bingung.
“kita ke rumah sakit aja, gue punya perasaan gak enak nih.” Kataku dengan nada yang cemas.
“iya.. iya tapi emang ada apa?” tanyanya lagi.
“udah lo gak usah banyak ngomong, sekarang temenin gue ke rumah sakit.” Kataku lagi sedikit memaksa.
Bagus terlihat sangat bingung sekali. Aku yang melihatnya menjadi geregetan sendiri. Aku pun segera menarik tangan Bagus dan mengajaknya ke parkiran. Sebagai isyarat untuk segera cepat mengantarkanku ke rumah sakit.
***
Benar saja saat aku dan Bagus sampai dirumah sakit. Keadaan kamar Putra tidak seperti biasanya. Dokter keluar masuk dengan terburu-buru kemudian keluar lagi dengan raut wajah bingung. Aku sangat bingung dengan keadaan seperti itu. Aku ingin masuk dan melihat keadaan Putra, namun dilarang oleh dokter. Oh God apa yang tengah terjadi, kataku dalam hati dengan bertanya-tanya.
Sedetik kemudian para suster keluar dari kamar rawat sambil membawa trolly tempat tidur Putra. Disitu aku melihat seseorang yang terbaring dengan ditutupi kain seluruh tubuhnya. Aku yang melihatnya langsung menghampiri trolly tersebut.
“Putra….” kataku dengan suara yang bergetar dan dengan seketika aku meneteskan air mata yang bebas mengalir dipipiku.
“Putra…” kataku sekali lagi.
Tidak ada pergerakan yang berarti. Putra hanya bisa terdiam dan wajahnya yang pucat , tubuhnya yang dingin semakin membuatku kehilangan akal sehat.
“Putra bangun, jangan tinggalin aku sendiri disini, kamu ingat, kamu dan aku akan selamanya bersama. Mana janji kamu Put, kamu harus bangun, buktiin ke aku kalau kamu gak ingkar janji.. Putra..” kataku masih dengan air mata yang mengalir deras dipipiku.
Kemudian ada yang menarikku dan memelukku sambil mengusap kepalaku. Aku pun menangis didalam pelukannya. Para suster pun membawanya pergi. Tangisku semakin menjadi-jadi.
“Gus, bilang ke gue, kalo itu bukan Putra” kataku kepada Bagus.
“lo yang sabar yah. Itu bener Putra. Lo kan liat sendiri itu keluar dari kamar Putra. Sekarang lo yang kuatkan diri yah. Meskipun tanpa Putra” kata Bagus menasehatiku.
“tapi kenapa secepat itu Gus?” tanyaku dengan tangisan yang semakin menjadi.
***
Ketika Bagus dan Indah sampai dirumah sakit. Bagus bingung dengan apa yang terjadi disekitarnya. Namun dia tidak membutuhkan waktu yang lama untuk membaca keadaan yang ada didepan matanya. Dia melihat Indah yang kebingungan. Dia melihat gadis itu dengan penuh perhatiaan. Dalam hatinya dia bertanya, apakah kamu akan kuat kalau sesuatu terjadi pada Putra.
Sedetik kemudian dia melihat tempat tidur Putra yang dibawa keluar oleh para suster. Bagus melihat Indah berlari ke arah para suster dan para suster menghentikan langkahnya. Ketika Indah berada didepan jasadnya Putra. Dia membuka kain penutup yang menutupi wajah Putra. Sedetik kemudian dia meneriakkan nama Putra.
“Putra….” teriaknya.
Bagus bisa melhat Indah meneteskan air mata yang kemudian semakin deras mengalir dipipinya. Dia terpukul sekali dengan apa yang dia lihat. Gadis itu menggoyangkan tubuh Putra lagi.
“Putra…” kata Indah sekali lagi sambil terus menggoyangkan tubuh Putra. Air mata yang keluar semakin deras, Bagus yang melihat itu semua tidak bisa melakukan apa-apa.
Kemudian dia mendengar Indah mengatakan sesuatu yang tidak begitu jelas karena gadis itu berbicara sambil menangis bahkan suaranya itu hampir hilang ditelan tangisannya itu. Bagus tidak tega melihatnya lagi, melihat dia menangis. Dia pun segera ke tempat Indah, dia menariknya dan memeluknya. Kemudian para suster itu membawa jasad Putra pergi dari situ.
Gadis itu masih menangis dalam pelukannya. Bagus pun hanya bisa membelai rambutnya untuk membuat Indah menjadi agak sedikit tenang.
“Gus, bilang ke gue kalo itu bukan Putra” kata Indah yang membuat Bagus setengah kaget.
“lo yang sabar yah. Itu bener Putra. Lo kan liat sendiri itu keluar dari kamar Putra. Sekarang lo yang kuatkan diri yah. Meskipun tanpa Putra” katanya untuk membuat Indah realistis bahwa yang dilihatnya benar Putra dan kejadian yang terjadi di depannya benar-benar nyata bukan mimpi.
“tapi kenapa secepat itu Gus?” tanya Indah dengan tangis yang mulai pecah lagi.
“kita gak tau kapan kita pergi dari dunia ini. Kita gak pernah tau kapan waktu kita selesai. Mungkin ini udah jalannya Putra, harus ninggalin kita disini. Sekarang Putra udah tenang di sisi Tuhan. Kita yang masih disini jangan menangisi kepergiaan Putra, dia pasti sedih kalau ngeliat lo nangis. Tau gak pertama Putra ngeliat lo, dia itu pengen banget membuat lo tertawa, tersenyum, dan bahagia. Dia pasti sedih banget deh kalo ngeliat lo nangis kayak gini.” Katanya memberikan semangat kepada Indah.
***
“tapi kenapa secepat itu Gus?” tanyaku dengan tangisan yang semakin menjadi.
“kita gak tau kapan kita pergi dari dunia ini. Kita gak pernah tau kapan waktu kita selesai. Mungkin ini udah jalannya Putra, harus ninggalin kita disini. Sekarang Putra udah tenang di sisi Tuhan. Kita yang masih disini jangan menangisi kepergiaan Putra, dia pasti sedih kalau ngeliat lo nangis. Tau gak pertama Putra ngeliat lo, dia itu pengen banget membuat lo tertawa, tersenyum, dan bahagia. Dia pasti sedih banget deh kalo ngeliat lo nangis kayak gini.” Kata Bagus.
Ketika Bagus berkata seperti itu. Pikiran Indah langsung kembali pada kejadian enam bulan yang lalu saat dia pertama kali bertemu dengan Putra diatas gedung itu. Putra yang berpikir aku akan menjatuhkan diriku dari atas gedung. Aku ingat betapa menjengkelkannya dia. Tapi dia yang mampu membuat hidupku lebih berarti, lebih berwarna. Dia membuat hidupku penuh dengan senyuman, penuh dengan tawa, aku merasa bahagia. Tapi kenapa kini dia pergi meninggalkan aku sendiri disini. Aku yakin aku tak akan mampu melewati hari-hariku yang masih tersisa ini sendirian. Aku tak bisa bila tak ada Putra disampingku.
***
Seminggu sudah Putra pergi meninggalkanku. Hari ini aku akan ke makamnya Putra.
“Put, kamu tau. Ternyata aku salah. Aku pikir aku gak akan bisa hidup tanpa kamu, namun teman kamu Bagus yang selalu menemaniku. Menyemangati aku, dia yang menggantikan kamu, dia yang mampu membuatku aku tersenyum lagi dan membuat hidupku jauh lebih berarti, kamu yang tenang yah disana. Kamu gak usah khawatir lagi sama aku. Aku udah gak sedih lagi. Aku tahu kamu sedih kalo ngeliat aku sedih, kamu akan senang kalo melihat aku selalu tersenyum, walaupun tidak ada kamu disampingku. Mungkin Bagus orang yang kamu pilih untuk menggantikan kamu”
Langit sore itu yang membuat aku sadar kalau hari akan malam.
“Put, aku pulang dulu yah. Aku janji aku akan selalu mengunjungi kamu, aku sayang kamu Put”
*selesai*

Related Articles

0 komentar:

Posting Komentar