In cerpen

None Perfect

        Entah dari kapan rasa itu muncul dalam hatiku. Entah sejak kapan rasa itu singgah dan duduk manis di dasar hatiku. Entah mengapa aku sekarang mengidolakan sosok dirinya yang aku anggap sempurna. Tuhan apakah dia orangnya?

     Aku ingat saat itu. Saat dimana untuk pertama kalinya aku melihat dirinya. Saat pertama kalinya aku terpana di pandangan pertama itu.

      Hari itu aku memang sedang terburu-buru untuk berangkat ke kampus. Jumat siang yang panas dan harus menaiki angkutan umum yang kalau siang tiba jalannya seperti kura-kura, lambatnya minta ampun. Aku menganggap hari itu adalah hari sialku karena harus terlambat masuk kuliah. Ternyata tidak seburuk yang aku kira. Saat itu aku sedang kebingungan melihat situasi kampus. Teman-teman sekelasku tidak ada yang kelihatan satu pun. Aku berpikir ‘apa udah masuk yah?’ kataku dalam hati. Akhirnya aku menngitari kampus siang itu bertemu orang yang aku kenal dan meminjam handphonenya hanya untuk mengirim pesan singkat ke salah satu teman sekelasku. Begitu seterusnya tapi tidak ada respon sama sekali. Sempat berpikir mau pulang lagi ke rumah namun hati ini berkata lain. Entah kenapa di hari itu aku memutuskan untuk melanjutkan langkah kaki ini untuk menaiki tangga kampus menuju lantai dua. Disaat itulah aku bertemu dengan dirinya. Tidak sengaja bertemu dan melihatnya membuat hatiku bertanya siapakah dirinya?

     Sesosok pria tampan dengan kulit putih, hidung mancung, berkacamata dan berperawakan kurus. Sesosok pria yang sempurna. Bahkan aku sempat menulis status di facebookku ‘emh.. style japanese face korea.. i like it..’. Entah apa yang merasuki otakku saat itu. Sehingga aku tergili-gila olehnya. Aku sempat berpikir mungkin tak akan melihatnya lagi. Karena aku memang tidak mengenaliny entah dia satu jurusan denganku atau tidak aku tak tahu.

     Sampai satu hari ketika aku sedang ngumpul dengan teman-temanku dia lewat di depan mataku. Secara tidak sengaja aku bertanya kepada temanku yang perempuan. “lo kenal dia gak?”. Temanku pun menjawab “kenal kok, dia kan sekelas sama gue.” Entah apa yang ada dipikiranku saat itu. Aku senang telah mengetahui namanya dan aku senang ternyata dia sekelas dengan salah satu temanku. Aku pun mencari tahu tentang dirinya dan aku melakukan itu pun tak tahu untuk apa. Yang aku ingat saat itu adalah aku harus mendapatkan informasi selengkap-lengkapnya tentang dirinya.

   Waktu terus berlalu, aku pun semakin suka memandanginya melihatnya dari kejauhan. Tingkahku saat itu adalah sebagai penggemar rahasianya. Emh aku ingat saat temanku berkata seperti ini “lu harus sok deket sama dia, lu harus ikut ngobrol kalo pas gak sengja bareng” tapi apa yang aku jawab “gak ah, gue kan malu” sungguh jawaban yang bodoh dan itu pun yang membuatku hanya mampu melihatnya dari jauh dan memuja kesempurnaan dirinya.

     Waktu terus saja berputar hingga suatu hari aku diberikan kesempatan untuk mengobrol dengan dia. Itu pun secara gak sengaja ketika aku sedang nongkrong di warung kopi samping kampus. Aku yang telah lama berada ditempat itu melihat dia jalan dan menghampiri ke tempatku dan teman-temanku yang nongkrong. Sebenarnya gak sekali itu aja. Aku sering melihatnya ke tempat itu tapi tak ada kesempatan untuk menyapanya dikarenakan aku gak terlalu kenal dengannya.

       Saat itu lah aku ngobrol dengan dia. Penilaianku berkurang terhadap dia, dia gak sesempurna yang aku bayangkan. Mungkin sempurna tapi hanya sekedar fisiknya yang sempurna selebihnya tidak. Hasil obrolan panjang itu membuatku senang bisa mengobrol dengannya tapi membuatku kehilangan rasa yang aku punya. Aku pernah sekali bertemunya di FB dan menegurnya namun diacuhkan olehnya. Tambah lah nilai minus untuk dirinya. Kemudian aku tak melihatnya lagi di kampu. Entahlah apa aku masih punya rasa itu ataupun gak. Jujur aku merasa kehilangan saat dia tak lagi kuliah , saat aku tak bisa melihatnya lagi. Aku sempat merindukannya tapi rasa itu langsung kubuang jauh ke jurang hatiku yang gelap ini.

         Setelah beberapa hari kehilangan dia dan tak melihatnya di lingkungan kampus. Hari itu aku untuk pertama kalinya lagi melihat dirinya, dia merubah penampilan dan gaya rambutnya. Entahlah saat itu aku melihatnya tidak lagi seperti dulu saat aku mempunyai rasa suka yang teramat sangat. Rasa suka itu hilang begitu saja sampai sekarang aku tak lagi menyebut namanya di depan teman-temanku, karena rasa suka itu udah gak ada.

Related Articles

0 komentar:

Posting Komentar